Just another free Blogger theme

Sabtu, 04 Desember 2021

Diasuh oleh : Ustaz M Shidiq Al Jawi

Tanya:

Ustaz, jika talak yang diucapkan suami terjadi pada

masa haid istri, apakah itu masuk dalam hitungan qurû'  

pertama (saya mengikutipendapat tiga qurû adalah tiga kali    

haid) atau bagaimana? (Lilis Ika, Jakarta)

 

Jawab:

Sebelumnya kami jelaskan dulu apakah talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang sedang haid itu statusnya jatuh talak atau tidak. Para ulama sepakat, suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang haid, suaminya berdosa, karena telah menjatuhkan talak yang diharamkan syara', sesuai firman Allah SWT (yang artinya),

 

"Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka dalam keadaan suci dan belum digauli (fa-thalliqûhunna li-'iddatihinna)!' (QS Ath Thalaq : 1)

Namun ada khilâfiyah di kalangan ulama mengenai jatuh tidaknya talak kepada istri yang haid tersebut;

Pertama, talaknya jatuh, ini pendapat jumhur ulama, di antaranya ulama mazhab empat (Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah).

Kedua, talaknya tidak jatuh, ini pendapat sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnul Qayyim, Imam Syaukani, dan lain-lain.

Dalil pendapat pertama, perintah Nabi SAW kepada

Ibnu Umar RA untuk merujuk istrinya yang telah ditalak dalam keadaan haid. Perintah Nabi SAW untuk rujuk ini tidak mungkin terjadi, kecuali talaknya sudah jatuh lebih dulu. Ibnu Umar berkata, "Aku telah mentalak istriku sedang dia dalam keadaan haid. Maka Umar menyampaiakan hal itu kepada Nabi SAW. Nabi SAW marah dan berkata kepada [Umar],"Perintahkan dia untuk merujuk istrinya. (mur-hu falyurâji'hâ)... (HR Bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata,"Perkataan Nabi SAW,'Perintahkan dia untuk merujuk istrinya,' menunjukkan telah jatuhnya talak, karena rujuk itu tidaklah terjadi kecuali setelah jatuhnya talak. (Ibnu Hajar Asqalani, Fathul Bâri, Juz IX, him. 355)

Dalil pendapat kedua, bahwa mentalak istri yang sedang haid telah melanggar perintah Allah dalam firman Allah SWT fa-thalliqúhunna li-'iddatihinna dalam QS Ath Thalaq : 1. Makna fa-thalliqûhunna li-'iddatihinna, ceraikan istrimu dalam keadaan suci dan belum digauli. Maka suami yang mentalak istrinya yang sedang haid, berarti ia telah melakukan keharaman, sehingga talaknya tidak jatuh.

Pendapat yang râjih (lebih kuat) menurut kami, pendapat jumhur ulama, yaitu suami yang mentalak istrinya yang haid, talaknya tetap jatuh, dengan 2 (dua) alasan:

Pertama, terdapat dalâlah (pengertian) yang jelas dari hadis Nabi SAW yang telah memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada istrinya yang ditalak saat haid. Padahal rujuk itu tidak terjadi, kecuali talaknya sudah jatuh terlebih dahulu.

Kedua, talak yang diharamkan oleh Allah, tidaklah menjadi pencegah (mani) dari jatuhnya talak, karna keharaman bukanlah mani' bagi keabsahan hukum. Hal ini sebagaimana kasus suami yang menzhihar istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya). Suami yang menzhihar istrinya, telah melakukan keharaman (QS Al Mujadalah : 2). Namun meski haram, zhihar-nya tetap sah, karena ada sanksi memerdekakan budak bagi suami tersebut. (QS Al Mujadalah : 3).

Jadi, adanya keharaman bukanlah mani' (pencegah) dari keabsahan hukum. Maka suami yang menjatuhkan talak kepada istri haid, berarti telah melakukan keharaman, namun keharaman ini tidak menjadi pencegah (mani') jatuhnya talak.

Jika penanya mengadopsi pendapat ulama Hanafiyyah bahwa tiga qurû’ dalam QS Al Baqarah : 228 artinya tiga kali haid, dan ini pula yang kami anggap ràjih, maka kaka penanya ditalak dalam keadaan haid, haid ini dihitung haid pertama sebagai bagian dari masa iddah yang lamanya tiga kali haid. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizhàm Altjtimà’i fi Al Islâm, hlm. 174; 'Atha bin Khalil, Taisîr Al Wushûl llà Al Ushûl, hlm. 239). Wallahu a'lam.[]

 

Sumber :

Media Umat | Edisi 281, 17 Jumadil Awal – 1 Jumadil Akhir 1442 H / 1 – 14 Januari 2021

 

 


Rabu, 01 Desember 2021

Shariffa Carlo—begitu namanya setelah masuk Islam--direkrut oleh sekelompok orang Kristen dan Yahudi untuk menghancurkan Islam.

Ketika masih remaja, wanita kelahircan Columbia, Carolina Selatan, Amerika Serikat  tersebut tertarik masuk ke dalam kelompok orang yang memiliki agenda menghancurkan Islam.

Seorang  anggota dari kelompok tersebut mendekati Shariffa dan menjaminnya bekerja di Kedutaan Besar Amerika di Mesir bila dirinya belajar hubungan internasional untuk kemudian menjalankan misinya kepada perempuan-perempuan Muslim di Mesir.

Shariffa pikir ini adalah ide bagus. Untuk melakukan hal itu ia harus membaca Al-Qur'an dan mencari kelemahannya. Namun ternyata hati Shariffa malah tertarik dan jatuh cinta kepada Al-Qur'an.

"Dan saya jatuh cinta dengan kata-kata Allah SWT saat saya membaca kata-kata yang menggelisahkan, Saya benar-benar tidak bisa menghentikan diriku untuk mengatakan di sana ada kebenaran," katanya dalam acara Discovering Islam Show di stasiun televisi Kuwait TV2, 2014.

la mengalami perasaan ini selama tiga tahun (1979-1982), selama sekolah di Stuttgart American High Scholl, Jerman. Setamat  SMA kembali ke kampung halaman dan kuliah di University of Southern California. Seraya terus mencari-cari kelemahan Islam, ia kembali belajar agama Kñsten.

Shariffa memilih untuk mengambil kelas dengan seorang profesor di kampus karena dia memiliki reputasi yang bagus dan bergelar  PhD dalam theology dari Harvard University. "Saya merasa berada di tangan orang yang baik. Memang  demikian adanya, tapi bukan karena alasan yang saya pikirkan," ungkapnya.

Ternyata profesor itu adalah seorang Kristen Unitarian. Dia tidak percaya pada trinitas atau ketuhanan Yesus. Sebenarnya, dia percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi. Dia melanjutkan untuk membuktikannya dengan mengambil Alkitab dari sumbernya dalam bahasa Yunani, Ibrani dan Aramaik dan menunjukkan di mana kenyataan itu mereka ubah. Saat melakukan hal ini, dia menunjukkan latar belakang  sejarah yang membentuk dan mengikuti perubahan-perubahan ini.

"Saat saya menyelesaikan kelas ini, agama saya telah hancur, namun saya masih belum siap untuk menerima Islam," kenangnya.

Masuk Islam

Shariffa pun mempertanyakan orang-orang  Muslim tentang kepercayaan mereka. Salah seorang  yang dia tanya adalah seorang laki-laki Muslim dari MSA [Asosiasi Mahasiswa Muslim] kampus tersebut.

Dia melihat ketertarikan Shariffa pada Islam, kemudian dia bercerita tentang  sekelompok Muslim yang sedang berkunjung ke Carolina Selatan. Dia ingin agar Shaffira bertemu mereka. "Saya setuju. Saya pergi menemui,  setelah mereka shalat lsya.  Saya dibawa masuk ke sebuah ruangan."

 Sedikitnya terdapat 20 orang  di ruangan tersebut.  Mereka semua memberi  tempat duduk kepada Shaffira sehingga berhadapan dengan seorang pria tua asal Pakistan. "Masyaallah,  orang  laki-laki  ini adalah  orang  yang  sangat  berpengetahuan luas dalam masalah kekristenan."

Dia dan Shaffira membahas  dan memperdebatkan  berbagai bagian Alkitab dan AL-Qur'an hingga masuk waktu shalat Shubuh. "Pada titik ini, setelah mendengarkan kata-kata orang bijak ini dengan mengatakan apa yang sudah saya ketahui, berdasarkan kelas dalam agama Kristen yang  saya ambil, dia melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh orang Iain. Dia mengajak  saya untuk menjadi seorang Muslim."

 Dalam tiga tahun dirinya mencari dan melakukan penelitian,  tidak ada orang  yang pernah mengajaknya masuk Islam. la telah diajari, berdebat dan bahkan dihina, tapi tidak pernah diajak.

"Jadi saat dia mengajak saya, hal itu tepat.  Saya sadar inilah saatnya.  Saya tahu Islam itu benar, dan saya harus mengambil keputusan. Alhamdulillah, Allah membuka hati saya, dan saya berkata: Ya, Saya ingin menjadi seorang Muslim."

Dengan itu, pria tersebut mengajaknya untuk mengucapkan syahadat dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab. "Saat aku bersyahadat, saya merasakan sensasi yang paling aneh. Saya merasa seolah-olah beban fisik yang berat baru saja diangkat dari dadaku;  Saya tersentak untuk bernapas seolah-olah saya bernapas untuk pertama kalinyad alam hidupku.” []  riza aulia/joy

Sumber :

Media Umat | Edisi 285, 21 Rajab – 4 Sya’ban 1442 H/ 5 – 18 Maret 2021 | Halaman 20 | KRISTOLOGI

 

 

Parfum Beralkohol, Najiskah ? 

Tanya : 

Ustaz, apa hukumnya menggunakan parfum yang beralkohol? (Prasetyo, Depok) 

 

Jawab : 

Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya menggunakan parfum beralkohol. Sebagian ulama tidak membolehkan karena menganggap alkohol najis Sedang sebagian Iainnya membolehkan, karena tak menganggapnya najis. Perbedaan pendapat tentang kenajisan alkohol berpangkal pada perbedaan pendapat tentang khamer, apakah ia najis atau tidak. 

Khamer itu sendiri menurut istilah syar'i adalah setiap minuman yang memabukkan. (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul 'Uqubat, hal. 25). Di masa kini lalu diketahui, unsur yang memabukkan itu adalah alkohol (etanol, C2H50H). Maka dalam istilah teknis kimia, khamer didefinisikan sebagai setiap minuman yang mengandung alkohol (etanol) baik kadarnya sedikit maupun banyak. (Abu Malik Al-Dhumairi, Fathul Ghafur fi Isti'mal Al-Kuhul Ma'a al-'Uthur, hal. 13).

Menurut jumhur fuqaha, seperti Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi'i, Ahmad, dan Ibnu Taimiyah, khamer itu najis. Namun menurut sebagian ulama, seperti Rabi'ah Al-Ra'yi, Imam Laits bin Sa'ad, dan Imam Muzani, khamer itu tak najis. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-lslami wa Adillatuhu, 1/260 & 7/427; Imam Al-Qurthubi, Ahkamul Qur’an, 3/52; Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Madzahib al-Arba'ah, 1/18).

Ulama yang menganggap khamer najis berdalil dengan ayat (artinya),"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji (rijsun) termasuk perbuatan setan" (QS Al-MaS idah : 90). Ayat ini menunjukan kenajisan khamer, karena Allah SWT menyebut khamer sebagai rijsun, yang berarti najis. (Wahbah Zuhaili, ibíd., 7/427)

Namun ulama yang menganggap khamer tak najis membantah pendapat tersebut, Mereka berkata rijsun dalam ayat tersebut artinya adalah najis secara maknawi, bukan najis secara hakiki. Artinya khamer tetap dianggap zatsuci, bukan najis, meskipun memang haram untuk diminum. (Tafsir Al-Manar, 58/7; Imam Shan'ani, Subulus  Salam, 1 /36; Sayyid Sabiq, Fiqih As-Sunnah, 1/19).

  Adapun menurut kami, yang rajih adalah pendapat jumhur bahwa khamer itu najis. Dalilnya memang bukan QS al-Ma idah: 90, namun hadits dari Abu Tsa'labah al-Khusyani RA. Dia pernah bertanya kepada Nabi SAW, "Kami bertetangga dengan ahli kitab sedang mereka memasak babi dalam panci-panci mereka dan meminum khamer datam bejana-bejana mereka." Nabi SAW menjawab, "Jika kamu dapati wadah lainnya, makan makan dan minumlah dengannya. Jika tidak kamu dapati wadah lainnya, cucilah wadah-wadah mereka dengan air dan gunakan untuk makan dan minum." (HR Ahmad dan Abu Dawud, dengan isnad shahih). (Subulus Salam, 1/33; Nailul Authar, hai. 62).

Hadits di atas menunjukkan kenajisan khamer, sebab tidaklah Nabi SAW memerintahkan untuk mencuci wadah mereka dengan air, kecuali karena khamer itu najis. Ini diperkuat dengan riwayat Ad-Daruquthni, bahwa Nabi SAW bersabda, "Maka cucilah wadah-wadah mereka dengan air karena air itu akan menyucikannya." (farhadhuuhaa bil maa'i fa-inna al-maa’ athahuuruhaa) (Mahmud Uwaidhah, Al-Jami' Li Ahkam Al-Shalah, 1/45).

Kesimpulannya, alkohol (etanol) itu najis karena mengikuti kenajisan khamer. Maka, parfum beralkohol tiadak boleh digunakan karena najis. Wallahu a'lam.[]


Sumber :

Media Umat | Edisi 285, 21 Rajab - 4 Sya'ban 1442 H/ 5 - 18 Maret 2021 | Halaman 26 | USTAZ MENJAWAB